PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER-04/MEN/1994 TAHUN 1994
TENTANG
TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
- Bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyakat pemeluk agama yang
setiap tahunnya merayakan hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya
masing-masing;
- Bahwa bagi pekerja untuk merayakan hari raya tersebut memerlukan biaya tambahan;
- Bahwa untuk merayakan hari raya tersebut sudah sewajarnya pengusaha memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan;
- Bahwa untuk menciptakan ketenangan usaha, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keseragaman mengenai pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 21 dan Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4).
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2912).
- Keputusan Presiden R.I. Nomor 96/M tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA
KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja
dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak baik milik swasta maupun
milik Pemerintah.
- Pengusaha adalah:
- Orang Persekutuan atau Badan Hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
- Orang Persekutuan atau Badan Hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
- Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang
berkedudukan di luar Indonesia.
- Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada Pengusaha dengan menerima upah.
- Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR, adalah
pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja
atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau
bentuk lain.
- Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang
beragama Islam,Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen
Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu
dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha.
Pasal 2
(1) Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
(2) THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan satu kali dalam satu tahun.
Pasal 3
(1) Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
- Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
- Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus
tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa
kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1(satu) bulan upah.
(2) Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.
(3) Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau
Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada
pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan,
Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Pasal 4
(1) Pemberian THR sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2)
disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan, masing-masing pekerja kecuali
kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain.
(2) Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dibayarkan oleh Pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari
Raya Keagamaan.
Pasal 5
(1) Dengan persetujuan pekerja, THR sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 sebagian dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman
keras, obat-obatan atau bahan obatobatan, dengan ketentuan nilainya
tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai THR yang
seharusnya diterima.
(2) Bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.
Pasal 6
(1) Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30
(tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan, berhak atas
THR.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan
kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.
(3) Dalam hal pekerja dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa
kerja berlanjut, maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru,
apabila dari perusahaan yang lama pekerja yang bersangkutan belum
mendapatkan THR.
Pasal 7
(1) Pengusaha yang karena kondisi perusahaannya tidak mampu
membayar THR dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya
jumlah THR kepada Direktur jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
diajukan paling lambat 2 bulan sebelum Hari Raya Keagamaan yang
terdekat.
(3) Direktur jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan menetapkan besarnya jumlah THR, setelah
mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.
Pasal 8
(1) Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1) dan
pasal 4 ayat (2), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal
17 Undang-Undang No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 9
(1) Pengawasan untuk ditaatinya peraturan ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
(2) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga
kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak
pidana pelanggaran dalam peraturan ini.
Pasal 10
Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.16 tahun
1968 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Buruh Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 September 1994
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Drs. ABDUL LATIEF