Selasa, 31 Juli 2012

Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah HOSTUM

HOSTUM tidak hanya sekedar aksi tapi tindakan untuk pencapaian kehidupan yang layak dan bermartabat


HOSTUM
Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah
Aksi nasional HOSTUM, Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah, adalah gerakan untuk menagih janji dari keberhasilan pertumbuhan ekonomi positif Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiripun mengakui bahwa perekonomian di Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang, maka upah buruh juga perlu ditingkatkan (Kompas, 12 Juli 2012). Tapi sepertinya peningkatan ekonomi ini tidak dinikmati oleh buruh walaupun pada hakekatnya buruhlah yang berperan penting dalam terciptanya pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui peningkatan produksi sektor industri.
Mensejahterakan buruh adalah mudah, upah layak bagi kehidupan adalah standar untuk memberikan kekuatan daya beli buruh dan pertumbuhan riil ekonomi. Seperti dikatakan oleh presiden KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), Said Iqbal, yang dikutip dari koran Bisnis  (12 Juli 2012) bahwa Indonesia yang disebutnya sebagai negara kaya dengan pendapatan domestik bruto (PDB) nomor 16 di dunia, namun kurang memperhatikan kesejahteraan buruhnya. Upah minimum kita hanya 120 dolar (AS)/bln. Sangat jauh dibandingkan Thailand yang mencapai 320 dolar/bln, padahal PDB mereka dua kali lebih rendah dari Indonesia,” katanya.
Selain itu juga outsourcing yang saat ini menjadi tren perekruitan dalam sistem ketenagakerjaan  jelas tidak manusiawi dan melemahkan keberadaan buruh/pekerja, karena tidak menjamin masa depan sekaligus mengabaikan hak-hak dasar untuk hidup layak.  Outsourcing ini adalah bagian dari politik upah buruh murah yang tidak mencerminkan keadilan pengupahan atau memiskinkan upah buruh.
Oleh karena aksi nasional HOSTUM (Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah) 12 Juli yang melibatkan hampir 40,000 buruh tidaklah hanya sekedar aksi belaka tetapi sebagai tindakan untuk pencapaian kehidupan yang layak dan bermartabat bagi buruh Indonesia dan keluarganya.
Dalam aksi nasional, KSPI juga melaporkan bahwa delegasi konfederasi ini bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar. Delegasi KSPI terdiri 10 (sepuluh) orang dan dipimpin oleh Said Iqbal, Presiden KSPI. Dalam pertemuan tersebut, saudari Prihanani HS  (FSPMI) melaporkan bahwa Menakertrans, Muhaimin Iskandar, menyampaikan beberapa hal:
  1. Revisi Permen 17/2005 menjadi Permen 13/2012 merubah jumlah komponen KHL dari 46 item menjadi 60 item, hanyalah bersifat sementara. Jika dalam 1 minggu, atau 2 minggu sudah ada konsep alternatif, maka menakertrans siap merubahnya.
  2. Menakertrans menyampaikan, bahwa Pemerintah dalam sidang kabinet telah setuju, untuk tidak lagi menjadikan politik upah murah dalam menarik investasi dari luar negeri.
  3. Menakertrans menegaskan, tidak boleh ada lagi pelaksanaan pekerja outsourcing yang tidak sesuai dengan ketentuan UU ketenagakerjaan no 13.
  4. Menakertrans setuju melakukan moratorium ( penghentian sementara) pemberlakuan pekerja outsourcing yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan. Dan Moratorium outsourcing, akan dilakukan dengan melakukan pemetaan di berbagai wilayah, dan melihat efeknya, karena pekerja outsourcing sudah mencapai angka 50 an % di beberapa daerah.
  5. Terkait lemahnya pengawasan ketenagakerjaan, Pemerintah akan membentuk Komite pengawas ketenagakerjaan yang akan melibatkan unsur dari pekerja .
Menanggapi pernyataan Menakertrans, maka KSPI menyatakan bahwa:
  1. Terkait KHL, KSPI tetap menolak kenaikan item komponen KHL hanya 14 item ( dari 46 menjadi 60), karena penambahan-penambahan item tersebut dari sisi kuantitas dan kualitas satuannya sangat rendah, kemungkinan kalau di rupiahkan hanya akan naik sekitar 48 ribuan saja.
  2. Banyak item yang menjadi temuan Fact Finding tim Dewan Pengupahan Nasional terkait kebutuhan hidup riil pekerja lajang seperti : Biaya pulsa, internetan, Jaket / sweater, buku / CD Tas tidak dimasukan dalam penambahan item. Namun KSPI mengapresiasi itikad dari Pemerintah atas perubahn tersebut dan juga komitmen Menakertrans untuk membuka ruang merevisi lagi dalam waktu secepatnya.
  3. Terkait Outsosurcing, KSPI menyambut baik , komitmen yang disampaikan Menakertrans. Namun KSPI menyatakan, Pemerintah harus berani untuk melakukan moratorium dan bukan sekedar retorika kata-kata saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar